dieng adalah sebuah kawasan di daerah dataran tinggi di perbatasan antara
Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Desa Dieng
terbagi menjadi Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan
Dieng Kidul, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo.Kawasan
ini terletak sekitar 26 km di sebelah Utara ibukota Kabupaten Wonosobo,
dengan ketinggian mencapai 6000 kaki atau 2.093 m di atas permukaan
laut. Suhu di Dieng sejuk mendekati dingin. Temperatur berkisar 15—20°C
di siang hari dan 10°C di malam hari. Bahkan, suhu udara terkadang dapat
mencapai 0°C di pagi hari, terutama antara Juli—Agustus. Penduduk
setempat menyebut suhu ekstrem itu sebagai bun upas yang artinya "embun
racun" karena embun ini menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.
Note : Gambar kawah , Candi Arjuna, dan Peta Dieng
Obyek Wisata :
Beberapa
peninggalan budaya dan cagar alam telah dijadikan sebagai obyek wisata
dan dikelola bersama oleh dua kabupaten, yaitu Banjarnegara dan
Wonosobo. Berikut beberapa obyek wisata di Dieng.
* Telaga Werna, sebuah telaga yang sering memunculkan nuansa warna merah, hijau, biru, putih, dan lembayung
* Telaga Pengilon
* Kawah: Sikidang, Sileri, Sinila (meletus dan mengeluarkan gas beracun pada tahun 1979 dengan korban 149 jiwa)
* Kompleks Candi-candi Hindu yang dibangun pada abad ke-7, antara lain: Gatotkaca, Bima
* Gua Semar
* Sumur Jalatunda
* Mata air Sungai Serayu
Nama
Dieng berasal dari bahasa Sunda Kuno "Di" yang berarti "tempat" atau
"gunung" dan "Hyang" yang bermakna (Dewa). Dengan demikian, Dieng
berarti daerah pegunungan tempat para dewa dan dewi bersemayam. Nama
Dieng berasal dari Bahasa Sunda karena diperkirakan sebelum tahun 600
daerah itu didiami oleh Suku Sunda dan bukan Suku Jawa. (Sumber: wikipedia).
Candi-candi
di Dieng dipercaya sebagai tanda awal peradaban Hindu di Pulau Jawa
pada masa Sanjaya pada abad ke-8. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
gugusan candi di Dieng yang konon untuk memuja Dewa Syiwa. Candi-candi
tersebut antara lain: Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa,
Candi Sembadra, Candi Gatot Kaca. Sedangkan untuk penamaan candi-candi
itu sendiri dipercaya baru dimulai pada abad ke-19. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya relief-relief yang ada pada candi tersebut. Misalnya pada
Candi Srikandi, relief yang terlukis justru merupakan penggambaran dari
wujud Dewa Syiwa. Candi-candi tersebut dibangun dengan menggunakan
konstruksi batu Andesit yang berasal dari Gunung Pakuwaja yang berada di
Selatan komplek Candi Dieng. Dieng terbentuk dari gunung api tua
yang mengalami penurunan drastis (dislokasi), oleh patahan arah barat
laut dan tenggara. Gunung api tua itu adalah Gunung Prau. Pada bagian
yang ambles itu muncul gunung-gunung kecil yaitu: Gunung Alang, Gunung
Nagasari, Gunung Panglimunan, Gunung Pangonan, Gunung Gajahmungkur dan
Gunung Pakuwaja.
Beberapa gunung api masih aktif dengan
karakteristik yang khas. Magma yang timbul tidak terlalu kuat tidak
seperti pada Gunung Merapi. Sedangkan letupan-letupan yang terjadi
adalah karena tekanan air bawah tanah oleh magma yang menyebabkan
munculnya beberapa gelembung-gelembung lumpur panas. Fenomena ini antara
lain dapat dilihat pada Kawah Sikidang atau Kawah Candradimuka .
Untuk
antisipasi terjadinya bahaya vulkanik Direktorat Vulkanologi dan
MITIGASI Bencana Geologi secara terus menerus memantau aktifitas
vulkanik di Pegunungan Dieng.
Dieng memang tempat yang elok dan
damai serta menyimpan sejuta tantangan gairah para ilmuwan untuk
melakukan penelitian. (Sumber : www.savedieng.org )
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar